Hubungi kami : (0624) 94501

Kemendikbud Tunjukkan Hasil Penelitian Revitalisasi dan Aktualisasi Nilai Budaya

Kemendikbud Tunjukkan Hasil Penelitian Revitalisasi dan Aktualisasi Nilai Budaya

Jakarta, Kemendikbud --- Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak), Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengadakan Seminar Hasil Penelitian Tahun 2020. Kegiatan yang dilaksanakan pada 7-9 Desember 2020 secara daring dan luring mengangkat tema “Kebijakan Berbasis Bukti untuk Memperkuat Kemerdekaan Belajar dan Ketahanan Budaya di Masa Pandemi”.
 
Bertujuan untuk menyediakan informasi terkait perumusan kebijakan tahun 2020, seminar yang ini di antaranya menampilkan judul penelitian Revitalisasi dan Aktualisasi Nilai Budaya serta Adaptasi Perguruan Tinggi di Masa Pandemi Covid-19.
 
Revitalisasi dan Aktualisasi Nilai Budaya

Penyaji pertama dari kelompok tema “Revitalisasi dan Aktualisasi Nilai Budaya” adalah Damardjati Kum Marjanto. Darmadjati selaku peneliti dari Puslitjak menjabarkan hasil temuannya yang berjudul “Dampak Pendaftaran Noken dalam ICH UNESCO”. Penelitian ini memiliki dua tujuan, pertama adalah untuk mengungkapkan implementasi recana tindak yang sudah disusun pada saat pembuatan laporan periodik Noken Papua pada tahun 2016. Kedua, menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi dalam upaya pelestarian Noken Papua.
 
Ia juga menjelaskan bahwa dari keenam rencana tindak, empat dapat dilaksanakan, yaitu peningkatan kapasitas praktisi dan perajin dalam hal pengetahuan tentang nilai-nilai, makna, dan fungsi Noken; memastikan ketersediaan bahan-bahan alami; peningkatan keterampilan perajin; dan promosi budaya Noken. Sedangkan dua rencana tindak tidak dapat direalisasikan, yakni inventarisasi warisan budaya Noken dan merevisi bahan ajar noken.
 
Selain itu, upaya pelestarian Noken Papua juga memiliki kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. “Kami melihat adanya kekuatan, contohnya masih berfungsinya Noken dalam kehidupan sehari-hari, lalu untuk kelemahan bisa kita lihat maraknya pemakaian tas modern,” ungkap Darmadjati.
 
Pada kesempatan yang sama, peneliti lain dari Puslitjak, Budiana Setiawan memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul “Internalisasi Kesadaran Sejarah Jalur Rempah sebagai Dukungan untuk Pengajuan Warisan Budaya Dunia ke Unesco”. Menurutnya, sebagai persyaratan untuk menjadikan Jalur Rempah sebagai nominasi Warisan Budaya Dunia UNESCO pada 2024, Jalur Rempah harus menjadi outstanding universal values (nilai-nilai universal yang luar biasa).
 
Ia melanjutkan, bahwa pembelajaran sejarah Jalur Rempah tidak ditempatkan sebagai Kompetensi Dasar (KD) tersendiri. “Pembelajaran sejarah Jalur Rempah lebih ditekankan sebagai muatan pembelajaran dan diintegrasikan ke dalam KD yang relevan,” ujar Budiana.
 
Budiana menambahkan, hingga saat ini narasi Jalur Rempah Nasional belum tersusun, karena proses kajian masih berlangsung. Dengan demikian, internalisasi kesadaran sejarah Jalur Rempah dilakukan melalui pembelajaran sejarah lokal dengan materi pusat-pusat kekuasaan/kerajaan-kerajaan dan pelabuhan-pelabuhan di Nusantara yang kontekstual dengan Jalur Rempah.
 
Berikutnya, pada penelitian yang berjudul “Penguatan Literasi dan Apresiasi Seni Wayang di Perguruan Tinggi”, Peneliti Puslitjak, Mikka Wildha Nurrochsyam menyampaikan tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui bagaimana bahan ajar dalam mata kuliah wayang di perguruan tinggi dan untuk mengetahui pengelolaan sumber daya manusia akademik dalam pengajaran mata kuliah wayang di perguruan tinggi.
 
Merujuk hasil penelitiannya, Mikka menemukan bahwa beberapa program studi (prodi) materi ajar pembelajaran wayang masih membutuhkan kemasan yang menarik dan sederhana untuk diajarkan kepada mahasiswa. “Sebenarnya, sebagai bentuk apresiasi terhadap wayang, perlu mempraktikkan unsur-unsur pergelaran wayang, seperti ginem (dialog), dan praktek sabet (menggerakkan wayang),” tegas Mikka.
 
Selain itu, jika dikaitkan dengan sumber daya manusia pembelajaran seni wayang masih kurang optimal dikarenakan beberapa hal. Di antaranya adalah minat mahasiswa yang masih kurang, pergelaran wayang terkesan susah mempelajarinya, ada jurusan yang lebih menonjolkan kajian teoritis daripada praktik di mana seharusnya terdapat keseimbangan terhadap keduanya, dan belum adanya sinergi yang optimal antara perguruan tinggi.
 
Penyaji penelitian yang terakhir dari kelompok ini adalah Unggul Sudrajat yang juga merupakan peneliti dari Puslitjak. Unggul mempresentasikan hasil penelitiannya yang berjudul “Kajian Penguatan Kesadaran Sejarah di Kalangan Peserta Didik SMA di Jawa melalui Pembelajaran Sejarah Lokal dan Pelibatan Komunitas Sejarah”. Unggul menekankan bahwa sejarah berperan penting di dalam menanamkan identitas nasional suatu bangsa. Oleh karena itu, semua lapisan masyarakat Indonesia harus memiliki kesadaran sejarah secara baik, tidak terkecuali kalangan generasi muda atau peserta didik.
 
Unggul menyampaikan bahwa pembelajaran sejarah lokal diperlukan. Hal ini dikarenakan sebagai proses membangun kesadaran ruang dan waktu, termasuk pengenalan diri dan lingkungan sekitar. Menurutnya, cara ini dikatakan cukup baik dan dapat memperkaya pengetahuan para peserta didik, sekaligus merupakan alternatif baru cara belajar sejarah yang lebih menyenangkan.
 
Ia juga menyarankan perlu adanya pelibatan komunitas sejarah untuk mendorong kesadaran sejarah bagi peserta didik. “Sebenarnya perlu keterlibatan para komunitas sejarah, ini adalah salah satu cara kolaborasi untuk meningkatkan kesadaran sejarah peserta didik dan menjadi bagian dari integrasi pembelajaran formal dan informal dengan tujuan yang sama,” lanjut Unggul. (Ammar.G/Denty.A/Aline.R)